Mungkin pertama kali aku datang ke restoran Korea adalah sekitar 7-8 tahun yang lalu. Aku ingat salah satu masakan yang kami pesan adalah japchae. Pertama kali mendengar kata ini, tentunya langsung teringat dengan masakan Tionghoa-Indonesia, yaitu cap cai.
Secara literal artinya memang sama, japchae dan cap cai dapat dituliskan menjadi 雜菜 dalam aksara Cina, yang artinya adalah 'sayuran yang dicampur'. Akan tetapi, japchae versi Korea cukup berbeda dengan cap cai khas Tionghoa-Indonesia. Japchae merupakan hidangan sohun yang dicampur dengan daging dan berbagai sayuran. Sohun yang digunakan dalam japchae disebut dengan dangmyeon dan dibuat dari pati ubi jalar. Kalau di Jepang, dangmyeon disebut dengan satsuma imo harusame (さつまいも春雨).
Pertama kali aku makan japchae, aku langsung suka. Setiap pergi ke restoran Korea, biasanya aku selalu memesan japchae. Sayangnya, masing-masing restoran memiliki rasa yang berbeda, dan ngga semuanya enak buat menurut aku. Sepertinya terakhir makan japchae di Indonesia sih di Chung Gi Wa di Kota Kasablanka dan aku suka. Aku juga pernah makan japchae di street food di Myeongdong, Seoul. Tapi kok menurutku enakan aku beli di restoran Korea di Indonesia ya. 😄 Entah karena di Myeongdong, masaknya bulk gitu atau aku yang tidak lagi lapar.
Beberapa bulan belakangan, aku kok kepengen makan japchae. Tapi mau jajan gimana gitu, soalnya mahal *pelit* Akhirnya aku memutuskan untuk masak sendiri, apalagi dangmyeon mudah ditemukan di Jepang. Dan murah. Yang mahal justru bayamnya. 😑 Awalnya aku bikin japchae menggunakan daging sapi, tapi sekarang-sekarang aku tidak menggunakan lagi. Karena daging sapi mahal *pelit banget ya Allah* Tapi nggak karena itu juga sih, agak mengurangi makan daging aja, dan lagian enak-enak aja nggak pakai daging.
No-meat japchae. |
Bahan: